Nurulia Septyarini Fazria
Tutor SMP Master
Study
Banding Salam Master
Beberapa hari yang lalu, tepatnya tanggal 19 Februari 2013
para tutor Paud, SD dan SMP beserta tim Yayasan Bina Insan Mandiri melakukan
perjalanan ke Kota Yogyakarta dalam rangka study banding. Saya merupakan salah
satu totor yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Acara study
banding ini diadakan oleh lembaga yang bernama World Education, salah satu
lembaga yang peduli terhadap pendidikan Indonesia. Setelah melaksanakan pelatihan tutor
sebelumnya, guna pembekalan materi dan diskusi bersama, study banding dilakukan
tepat pada tanggal 19-21 Februari 2013 di Salam (Sanggar Anak Alam) Yogyakarta
milik Ibu Wahya beserta suaminya. Perjalanan dimulai pada pagi hari kira-kira
sekitar pukul 09.00 WIB saya beserta rombongan berangkat dari yabim (Yayasan Bina
Insan Mandiri) tiba di Yogyakarta pukul 23.00 WIB. Saya dan rombongan disambut
hangat oleh keluarga Salam meski tiba ditengah malam.
Sebelumnya saya akan ceritakan sekilas tentang Yayasan Bina
Insan Mandiri (Yabim) yang lebih dikenal dengan sebutan “Master” dan Sanggar Anak Alam (Salam) Yogyakarta. Master
merupakan sekolah gratis yang diperuntukan untuk masyarakat yang kurang mampu,
yatim/piatu, kaum dhuafa, dan anak-anak yang tidak diterima dimasyarakat. Di
Master siapa yang ingin sekolah tidak ada batasan umur. Layaknya sekolah formal
master memberikan pendidikan mulai dari tingkat PAUD, SD, SMP, SMA sampai
Perguruan Tinggi. Selain itu master juga memberikan pembekalan berupa
ketrampilan sablon, musik dan masih banyak lagi. Pendidikan di Master tidak
dipungut biaya satu rupiah pun, meskipun demikian anak-anak mendapatkan
pendidikan layaknya sekolah formal, mengikuti ujian paket atau terbuka, serta
mendapatkan ijazah setara paket A,B atau C. Sedangkan Salam Yogya (Sanggar Aanak Alam) merupakan
sekolah alam tingkat SD dan SMP, namun saat ini tingkat SMP merupakan angkatan
pertama ditahun ini. Sekolah yang notabennya unik dan tidak memberikan rapor
berupa angka melainkan berbentuk verbal atau kata-kata. Anak-anak tidak terlalu
dibekali secara teori melainkan diberikan gambaran sekilas setelah itu
menerapkan dalam bentuk praktek. Fasilitator hanya mengarahkan kegiatan belajar
mengajar saja. Terdapat kesamaan dari Master dan Salam, salah satunya sebagian
besar anak yang menimba ilmu di sekolah tersebut mereka bermasalah disekolah
sebelumnya atau sekolah formal. Pernyataan tersebut saya dengar dari hasil
diskusi dengan pemilik Salam Yogya dan pernyataan dari pemilik Master yaitu Pak
Rohim. Bermasalah dalam artian, misalnya ada anak yang tidak cocok dengan
kebijakan-kebijakan disekolah formal, merasa kurikulum yang dipakai pemerintah
tidak sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas, seringkali dianggap nakal oleh
guru disekolah sebelumnya karena tingkah laku dari anak tersebut dan lainnya.
Banyak hal yang saya dapat dari study banding di Yogyakarta
saat itu, mulai dari yang paling sederhana yaitu jika sebelumnya saya belum
begitu banyak mengenal tutor-tutor dari Paud, SD, SMP, dan tim dari Master,
namun karena study banding kemarin saya mengenal tutor-tutor yang sebelumnya
saya tidak mengenal bahkan kami menjadi akrab, kami bercanda dan bersenda
gurau, saling tukar pikiran. Maka dari itulah ada pepatah mengatakan tak kenal
maka tak sayang. Saya mendapatkan kebersamaan dan kehangatan yang sebelumnya
belum pernah saya dapatkan selama satu tahun bergabung dengan master. Dari yang
belum akrab menjadi akrab, yang sudah akrab menjadi semakin akrab, saya sangat
bersyukur dengan moment tersebut.
Selanjutnya
saya mendapatkan nilai-nilai kehidupan dan pelajaran untuk diri saya sendiri.
Banyak hal yang saya kutip sebagai motivasi dari diskusi-diskusi yang kami
lakukan, khusunya dari pernyataan orang tua murid Salam Yogya, yaitu “Tujuan
hidup saya memang membesarkan anak, jadi dengan segala cara saya akan selalu
mendampingi anak saya” ungkap dari salah satu orang tua murid Salam Yogya.
Senang melihat para orang tua murid mendukung anak-anaknya untuk terus berkarya
meskipun nantinya mereka tidak mendapatkan ijazah seperti layaknya di sekolah
formal. Karena menurut mereka, anak-anak mereka tidak untuk mencari kerja
melainkan bagaimana caranya mereka membuat sebuah lapangan pekerjaan. Para
orang tua murid yakin dengan keputusan yang mereka ambil dan itu tidak ada
unsur pemaksaan kepada anak-anaknya sama sekali. Sebuah keputusan hebat yang
mereka ambil ketika dizaman sekarang ini banyak orang yang terpingkal-pingkal
mencari pekerjaan tanpa adanya ijazah yang kurang dalam persyaratan, bahkan
orang yang memiliki ijazah dengan kriteria amat baik pun terkadang masih sulit
mencari pekerjaan. Itulah nilai kehidupan yang saya dapat, intinya para orang
tua yakin dan optimis kelak anak-anak mereka menjadi anak yang bisa dibanggakan
dimasyarakat.
Di Salam Yogya saya bertemu dengan
ketujuh anak hebat dan cerdas. Mereka adalah Lang-lang, Rasyik, Titi, Imung,
Raka, Aska dan Vanya yang duduk dikelas IV SD. Mereka dibimbing oleh dua orang
fasilitator yaitu Mba Kus dan Mba Ika. Saya bertemu dengan ketujuh anak itu
ketika saya sedang observasi ke kelas bersama tim dari master. Ketika itu
mereka tengah memulai kegiatan belajar mengajar, saya dan tim observasi
tentunya disambut hangat dan baik oleh fasilitator dan anak-anak tersebut,
membuat suasana menjadi lebih nyaman seperti sudah lama kenal. Kesan pertama
saya melihat Titi dkk, mereka adalah anak yang aktif, sopan, ramah dan
atraktif. Saya sentak dibuat terkejut oleh ketujuh anak tersebut, ketika mereka
dan kami selesai memperkenalkan diri, saat itu dibuka sesi tanya jawab oleh
fasilitator meraka sangat antusias. Mereka anak yang aktif, satu persatu
bertanya tentang banyak hal kepada saya dan tim, mulai dari alamat rumah, hobi
kami, cita-cita, sampai alasan mengapa master memilih sekolah mereka untuk
dijadikan study banding, karena menurut salah satu dari ketujuh anak tersebut
banyak sekolah didaerah tempat kami mengajar, kenapa sampai pula di Kota
Yogyakarta. Pertanyaan yang bagus bukan untuk anak seusia mereka. Itulah,
menurut saya mereka anak-anak yang cerdas dan bisa bersaing dengan anak-anak di
sekolah formal, kelak mereka dewasa, mereka mampu bersaing pula dimasyarakat. Saya
mendapatkan keunikan tersendiri ketika didalam kelas tersebut, yaitu
masing-masing anak membuat kesepakatan kelas, misalnya siapa yang membuat gaduh
akan diberi hukuman, kesepakatan mengambil makan siang secara bergantian sesuai
jadwal. Di kelas yang saya observasi ada tujuh orang murid dengan dua
fasilitator, mereka benar-benar diarahkan dengan fokus dan fasilitator bisa
berinteraksi lebih dekat dengan murid-muridnya. Berbeda dengan master yang
notabennya satu kelas terdapat 40 sampai 50 anak, bahkan satu ketika saya
pernah mengajar dikelas tiga SMP dengan jumlah warga belajar sebanyak 70orang
dengan satu orang tutor saja, sangat berbeda bukan. Maka dari itu terkadang
kegiatan belajar mengajar di Master kurang efektif.
Saat saya tengah duduk sendiri
memperhatikan kegiatan belajar mengajar di kelas IV, salah seorang anak
menghampiri saya, ia adalah Titi. Titi mengajak saya berbincang-bincang, ia
bercerita, dan saya pun tanya banyak hal kepadanya, saat itu saya bertanya
“Titi seneng ngga sekolah disini?” dengan yakin dan cepat ia menjawab “Seneng
banget ka” ia pun akhirnya bercerita kembali mengapa menimba ilmu di Salam
Yogyakarta. Ketika waktu istirahat tiba Titi, Imung dan Lang-lang mengajak
saya, Kak Ade dan Kak Wulan berjalan-jalan mengitari Salam. Sontak anak-anak
yang lainnya pun ikut. Rupanya saya, Kak Ade dan Kak Wulan diajak mengitari
sawah master. Awalnya saya ragu, karena sawah itu milik Salam dan para petani
sedang sibuk bekerja, tetapi mereka meyakinkan saya “Ngga papa kak, aku sering
kok main-main di sawah” karena itu saya pun tak ragu mengitari sawah. Belum
sampai ketengah Kak Wulan sudah terlelah dan akhirnya ia kembali ke kelas.
Namun tidak bagi saya, Kak Ade dan anak-anak ceria itu. Kami tertawa riang dan
berfoto-foto tidak mau melewatkan moment indah tersebut. Kemudian dilanjutkan
bermain permainan tradisional dibawah kelas mereka. Saya bersyukur bisa bertemu
dengan mereka dan tidak akan melupakan moment-moment indah tersebut. Terima kasih
Titi, Vanya, Imung, Lang-lang, Aska, Rasyik dan Raka.
Berhubung waktu kami bersilaturahmi
di Salam Yogya sangat terbatas, tepat dipagi hari kamis pun kami kembali
menempuh perjalanan pulang ke Depok. Agak berat meninggalkan sahabat dan
adik-adik kecil saya, namun saya harus kembali. Insya allah jika Allah
menghendaki kami akan bertemu kembali dilain waktu. Sedih memang saat saya
berada di Kota Yogyakarta tidak jalan-jalan ke tempat wisata yang ada disana,
hanya satu yaitu Malioboro. Itupun mencuri-curi waktu di waktu senggang sebelum
diskusi kembali dengan keluarga Salam. Tetap saja menurut saya bagi kaum wanita
tidak belanja di Malioboro itu tidak afdol. Sekitar pukul 09.00 WIB bus yang
kami tumpangi pun akhirnya melaju, saya beserta tim master kembali melakukan perjalanan
yang cukup melelahkan. Meski ada masalah sedikit saat diperjalanan pulang, semoga
itu membuat tutor-tutor Master semakin solid. Sekitar pukul 22.30 WIB pun kami
sampai di Depok. Saya agak tergelitik saat itu, saya jadi teringat ketika saya
sewaktu masih sekolah selepas pulang dari Yogya pula untuk study tour, banyak
orang tua yang menjemput ketika itu. Sama halnya ketika saya dan rombongan
sampai di Depok selepas study banding kemarin, saya dijemput oleh ayah saya,
begitu juga dengan beberapa tutor yang lain. Saya merasa seperti anak sekolah
kembali. Itulah cerita saya tentang study banding di Salam (Sanggar Anak Alam)
Yogyakarta, terima kasih world education yang telah mendampingi selama kegiatan
berlangsung. Banyak hal yang saya dapat dari kegiatan tersebut, mulai dari
kebersamaan bersama tutor-tutor master yang sebelumnya belum saya kenali,
pengalaman, nilai-nilai kehidupan, pemikiran-pemikiran baru dan masih banyak
lagi yang tentunya bermanfaat untuk diri saya sendiri, begitu juga untuk
Master. Kurang lebihnya saya ucapkan terima kasih.
No comments:
Post a Comment